Uncategorized

ANAK MANUSIA DENGAN ANAK JIN

Di satu kampung di sebelah Selatan Pulau Bangka hiduplah seorang bujang bernama Limpu yang tidak mempunyai ibu lagi dan ia tinggal bersama ayahnya. Tidak berapa lama kemudian ayahnya juga meninggal dunia menghadap panggilan Yang Maha Kuasa. Mulai saat itu bujang Limpu hidup sebatang kara, sebagai seorang anak yatim piatu. Kehidupan bujang Limpu sangat miskin dan serba kekurangan, berhari – hari ia tinggal di rumah seorang diri, sedangkan peninggalan ayah dan ibunya sudah tidak tersisa lagi. Suatu hari ketika dia sedang berbaring, berangin – angin di balai – balai rumahnya yang berbentuk pundok hume, sambil merenungi hidupnya dan saat berbaring ia menerawang, memperhatikan bagian atap rumahnya yang terbuat dari daun rumbia, secara tak sengaja nampak olehnya sebuah benda terselip di bagian atap balai rumahnya yang sudah hampir roboh dan bocor. Setelah didekati dan diperhatikannya dengan seksama ternyata benda tersebut adalah sebuah seruling terbuat dari bulo temiang. Rupa seruling tersebut sangat bagus  dan indah serta pada bagian tertentu dipenuhi dengan ukiran. Benda tersebut lalu diambil oleh Limpu, diperhatikannya dengan teliti, apa gunanya dan bagaimana pula cara menggunakannya, pikirnya, dalam hati. Setelah diperhatikannya pada seruling tersebut ada lubang tempat meniupnya dan kemudian dicobanya meniup seruling tersebut, selanjutnya terdengar suara melengking keluar dari seruling. Secara mengejutkan di samping mengeluarkan suara yang melengking, pada bagian ujung lubang seruling juga keluar segumpalan asap yang tidak berapa lama kemudian berubah wujud menjelma menjadi seorang bocah laki – laki yang sebaya dengannya, sambil menyembah kepada bujang Limpu, bocah tersebut berkata: ”apa perintah tuanku akan hamba laksanakan!”. Badan bujang Limpu gemetar ketakutan, tapi dengan cepat ia dapat menguasai dan menenangkan dirinya. Bocah tersebut kemudian mengulangi lagi ucapannya sambil menyembah kepada bujang Limpu ”apa perintah tuanku akan hamba laksanakan!”. Bujang Limpu kemudian berpikir sejenak, lalu ia memerintahkan kepada bocah yang muncul dari seruling yang ternyata adalah seorang anak Jin, agar dapat mengantarkan dirinya ke istana negeri untuk menghadap puteri datuk pemimpin negeri, sebagaimana yang diangan – angannya selama ini. Anak Jin lalu mendukung bujang Limpu dan dibawanya menghadap ke mahligai puteri. Setelah sampai di hadapan mahligai puteri anak Jin lalu menghilang. Mendapati sekonyong – konyong ada seorang pemuda berdiri dihadapannya, puteri pun sangat terkejut, lalu bertanya kepada bujang Limpu: ”ada hajat dan keperluan apa kamu datang kemari wahai anak muda?”, lalu dijawab oleh bujang Limpu: ”saya datang kesini dibawa terbang oleh anak Jin dan saya datang kesini ingin bertemu dengan yang mulia puteri”. ”Baiklah kalau demikian”, kata puteri. Diperhatikannya bujang Limpu secara seksama dan dalam hatinya berkata: ”cukup tampan dan gagah pemuda ini”. Bujang Limpu dan    puteri raja kemudian terlihat begitu akrab, dengan cepat timbullah suasana persaudaraan di antara keduanya. Mereka berdua kemudian bermain – main serta bersenda gurau dengan riang gembira seperti orang yang telah lama bergaul dan berkenalan. Hal ini mungkin karena selama ini mereka berdua sama – sama kesepian dan sekarang memiliki teman untuk bercanda dan bersenda gurau, mereka terlihat sangat akrab sekali dan tanpa disadari karena kelelahan sampai – sampai bujang Limpu tertidur di samping puteri.

Sewaktu bujang Limpu tertidur, puteri melihat ada sesuatu yang terselip di balik baju bujang Limpu yang ternyata adalah sebuah seruling. Puteri lalu mengambil  seruling itu dan lalu ditiupnya, kemudian terdengarlah suara melengking keluar dari seruling tersebut, secara mengejutkan di samping mengeluarkan suara yang melengking pada bagian ujung lubang seruling juga keluar segumpalan asap yang tidak berapa lama kemudian berubah wujud menjelma menjadi seorang bocah laki – laki sambil menyembah dan berkata kepada puteri: ”apa keperluan tuan puteri memanggil hamba, apa perintah tuanku puteri akan hamba laksanakan!”. Sang puteri sangat terkejut dan hampir pingsan, perlahan – lahan puteri dapat menguasai dan menenangkan dirinya serta kemudian dia berkata kepada anak Jin penunggu seruling ”tolong bawakan pemuda ini ke puncak gunung di sebelah sana!”, kata puteri, sambil jari telunjuknya menunjuk ke arah Selatan. Kemudian anak Jin lalu memanggul bujang Limpu dan dibawanya ke puncak gunung yang tampak dari mahligai puteri. Setelah sampai di puncak gunung diletakkanlah oleh anak Jin bujang Limpu yang masih tertidur pulas secara perlahan – lahan agar tidak terbangun, setelah itu kemudian menghilanglah si anak Jin. Sepeninggal anak Jin, tidak lama kemudian bangunlah bujang Limpu dari tidurnya. Alangkah terkejut dan tercengang bujang Limpu mendapatkan dirinya sudah berada di dalam hutan yang cukup lebat. Sambil duduk ia memikirkan bagaimana keadaan nasibnya bisa sampai di tempat ini dan seruling yang diselipkan di pinggangnya pun telah hilang entah kemana. Setelah sekian lama merenung akhirnya bujang Limpu bangun dari duduknya dan mulailah ia menyelusuri hutan di sekitarnya. Dalam kesunyian hutan yang begitu lebat, bujang Limpu mendengar sayup – sayup suara  orang yang sedang bercakap – cakap, lalu secara perlahan diikutinya arah dan asal muasal suara tersebut yang ternyata bersumber dari dua orang anak kecil yang sedang duduk dengan kaki berjuntai berhadapan di atas sebuah pohon Kayu are yang cukup rindang. Dua anak kecil tersebut duduk sambil memegang tiga macam benda yang kelihatan aneh yaitu, garu, cincin dan anak panah. Nampaknya barang – barang tersebut sangat berharga dan berguna sekali bagi mereka. Kedua anak kecil di atas pohon tersebut kalau dilihat dari raut rupanya bukanlah manusia biasa mereka sepertinya adalah anak Jin penghuni puncak gunung. Dua anak Jin tersebut tampaknya sedang kebingungan dalam membagi tiga barang yang mereka miliki, barangnya ada tiga macam sedang yang akan memilikinya hanya dua orang, itulah yang rupanya sedang mereka perbincangkan sehingga terdengar oleh bujang Limpu. ”Kalau saya ambil anak panah, untuk kamu garu lalu cincin untuk siapa?” kata salah satu anak Jin”, kemudian disebutkan lagi oleh anak Jin yang satunya: ”kalau saya dapat cincin, kamu dapat garu lalu anak panah untuk siapa?”, begitulah  terus  berulang – ulang mereka sebutkan, sambil menyerahkan barang – barang tersebut kepada lawan bicaranya, tapi tetap saja masih ada sisa satu barang yang tidak ada pemiliknya. Bujang Limpu memperhatikan dengan cermat apa yang dilakukan oleh kedua anak Jin, kemudian timbul keinginan pada dirinya untuk memiliki salah satu dari ketiga benda yang sedang dibagikan oleh dua anak Jin di atas pohon Kayu are. Bujang Limpu pun berpikir bagaimana cara mendekati kedua anak Jin, ”kalau saya datang dari belakang yang ini, maka yang seorang itu akan melihat saya dan kalau saya datang dari belakang yang itu, maka yang sana akan melihat saya”, pikir bujang Limpu dan akhirnya bujang Limpu memutuskan akan datang dari samping kedua makhluk tadi. Sementara itu kedua anak Jin masih juga sahut menyahut dan tak selesai – selesainya dalam membagi ketiga macam barang yang mereka miliki. Dengan perlahan dan diam – diam bujang Limpu mendekati kedua anak Jin yang salah satunya sedang berbicara: ”kalau saya dapat anak panah kamu dapat garu dan cincin untuk siapa?”. ”Untuk saya!”, kata bujang Limpu. Mendengar suara tersebut dan dengan munculnya bujang Limpu di tengah kedua anak Jin secara tiba – tiba membuat kedua anak Jin menjadi terkejut dan terdiamlah keduanya. Lalu bujang Limpu berkata: ”kalau cincin untuk saya apa kegunaannya?”. Kemudian salah seorang anak Jin menjawab: ”kalau cincin ini digosok maka apa yang kamu kehendaki akan segera terkabul, demikian juga dengan kedua macam barang yang kami miliki ini”, sambil menunjukkan garu dan anak panah serta menyerahkan semuanya kepada bujang Limpu. Akhirnya ketiga macam barang itu diambil oleh bujang Limpu dengan penuh sukacita dan ucapan terima kasih kepada kedua anak Jin.

Tanpa menyia – nyiakan waktu dan kesempatan, bujang Limpu langsung menggosokkan anak panah       dan memerintahkan kepada anak panah supaya mengantarkannya kembali ke mahligai puteri. Dalam waktu sekejap mata sampailah bujang Limpu dihadapan puteri. Kedatangan bujang Limpu kehadapan puteri membuat puteri bertambah heran, dengan cara apa lagi pemuda gagah dan tampan ini, bisa sampai kehadapanku, pikirnya dalam hati. Tapi kerisauan dan kebingungan puteri dengan cepat hilang, karena sesungguhnya dia sangat menyukai bujang Limpu. Tidak berapa lama mereka berdua sudah kembali terlihat akrab dan bercanda dengan riang gembira, hingga tanpa disadari kelelahanpun kembali menyerang bujang Limpu sehingga kembali ia tertidur. Ketiga benda pemberian anak Jin penghuni gunungpun kembali diambil oleh puteri, akan tetapi dalam kesempatan ini puteri tidak lagi berniat untuk memisahkan dirinya dari bujang Limpu karena di dalam hatinya telah bersemayam perasaan dan benih – benih cinta serta kasih sayang. Dalam pikiran puteri terbersit niat bagaimana kalau mereka pergi berjalan berdua ke suatu pulau yang cukup jauh dari istana kerajaan, maka digosoknya anak panah lalu diperintahkan untuk membawa mereka berdua ke sebuah pulau dan dalam sekejap mata sampailah mereka berdua di pulau tujuan.

Bujang Limpu kembali terkejut ketika terbangun dan mendapatkan dirinya sudah berada di satu pulau berduaan dengan puteri. Di pulau keduanya kembali bercanda ria dan tanpa disadari kelelahan kembali menyerang bujang Limpu sehingga kembali ia tertidur. Ketika bujang Limpu sedang tertidur kelelahan, kesempatan itu digunakan oleh puteri untuk memerintahkan anak panah ajaib, mengantarnya kembali ke istana kerajaan. Beberapa saat kemudian setelah kepergian puteri, barulah bujang Limpu tersadar dari tidurnya dan mendapatkan dirinya ditinggal sendirian di pulau yang terpencil.

Timbullah lagi kesulitan pada diri bujang Limpu, benda – benda ajaib pemberian anak Jin penghuni gunungpun telah diambil dan dibawa pergi oleh puteri, dalam kebingungannya, berjalanlah bujang Limpu mengikuti ke arah mana kakinya melangkah dan akhirnya sampailah ia disebuah pohon Nyato yang besar, karena penat dan kelelahan berjalan ia memutuskan untuk beristirahat di atas pohon Nyato, lalu dipilihnya dahan yang besar dan rata serta rimbun untuk duduk. Waktu ia sedang duduk – duduk di pohon, terbanglah seekor burung Betet didekatnya, akan tetapi burung itu tidak mengetahui bahwa di pohon itu ada manusia. Tidak lama kemudian hinggap lagi seekor burung Betet. Kedua burung yang hinggap di pohon tempat bujang Limpu beristirahat bercakap – cakap dan dalam percakapannya seekor burung Betet berkata kepada kawannya: ”kayu pohon Nyato ini kalau dipatah dan diambil pucuknya apa saja yang menjadi kemauan kita akan dapat terkabul”, burung yang satu kemudian menyahut dan berkata: ”jangan berbicara begitu nanti didengar oleh manusia dan kita tidak bisa berkawan lagi”, setelah itu terbanglah kedua ekor burung Betet meninggalkan pohon Nyato yang rindang tempat bujang Limpu beristirahat dan tanpa diketahui mereka, pembicaraannya telah didengar dengan jelas oleh bujang Limpu. Selanjutnya bujang Limpu bergegas memanjat pohon Nyato sampai ke ujung pohon  dan langsung mematahkan bagian pucuknya sembari berkata: ”bawalah saya ke mahligai puteri”, lalu dalam  sekejap mata sampailah bujang Limpu ke hadapan puteri. Sesampai disana, puteri semakin tercengang, bagaimana pula pikirnya bujang Limpu bisa sampai disini dan alangkah tak habis – habis benda ajaib yang dimilikinya sehingga segala permasalahan begitu mudah diatasi. Dalam hati puteri bertanya masih berapa banyak benda ajaib yang dimiliki oleh bujang Limpu.

Rasa cinta dan kasih sayang puteri kembali  bersemi dan pada kesempatan ini ia akan menceritakan hal ikhwal hubungan dan peristiwa yang telah dialaminya bersama bujang Limpu kepada ayahandanya. Kemudian turunlah puteri dari mahligai untuk menemui ayahandanya. Dalam perjalanan ia merasa heran melihat kesibukan para hulubalang beserta pembesar istana serta prajurit negeri, entah ada peristiwa apa yang sedang melanda negeri. Setelah bertemu dengan ayahandanya puteri bertanya kepada ayahnya gerangan apa yang terjadi di kerajaan: ”ayahanda yang mulia, ada apakah gerangan, ada peristiwa apa sehingga seluruh kerajaan kelihatan sangat sibuk, apakah negeri kita mendapat ancaman dan serangan dari negara musuh”. ”Betul wahai anandaku yang kusayangi negara kita sedang menghadapi serangan dari musuh”, jawab datuk pemimpin negeri. Kemudian sang puteri terpikir untuk membantu dengan cara meminta bantuan kepada bujang Limpu yang dianggapnya banyak memiliki benda – benda ajaib. Lalu puteri berkata kepada ayahandanya: ”paduka, ayahandaku yang mulia, di mahligai ananda ada seorang pemuda yang memiliki banyak benda pusaka berkekuatan gaib, ananda yakin dan percaya ia akan sanggup membantu kita untuk melawan dan mengusir musuh – musuh”. Mendengar penuturan puterinya, datuk pemimpin negeri terkejut dan tercengang, darimana pemuda itu bisa masuk ke dalam istana dan sampai menaiki mahligai puterinya, sedangkan hulubalang dan prajurit istana selalu berjaga – jaga dengan ketat dan disiplin, tetapi tidak mengetahui akan hal itu, pikirnya. ”Coba panggilkan pemuda itu dan suruh menghadap paduka ayahanda!” kata datuk pemimpin negeri kepada puterinya. Lalu dipanggillah bujang Limpu menghadap  datuk pemimpin negeri. Setelah bujang Limpu menghadap, kemudian datuk pemimpin negeri bertanya kepada bujang Limpu: ”apakah kamu dapat melawan musuh – musuh yang akan menyerang negeri ini?”, bujang Limpu menjawab: ”ampun paduka tuanku, akan hamba laksanakan setiap titah dan kiranya hulubalang tuanku saya harapkan juga bersiap – siap membantu hamba, dengan demikian hamba sanggup menghadapi musuh”. Setelah itu bujang Limpu mohon pamit kepada datuk pemimpin negeri untuk mempersiapkan diri. Bujang Limpu lalu memohon kepada puteri agar semua benda ajaib yang disimpan oleh puteri berupa seruling, anak panah, garu dan cicin pemberian anak Jin diserahkan kembali kepada dirinya. Setelah semuanya dikembalikan bujang Limpu pun pergi ke perbatasan negeri untuk menghadang musuh yang akan menyerang negeri. Mula – mula garu yang dibakarnya, ini mengakibatkan pasukan musuh mabuk mencium bau garu, pada saat pasukan musuh sedang mabuk karena asap garu, bujang Limpu kemudian melepaskan anak panah ajaibnya. Dengan kekuatan gaibnya, anak panah itu melesat menghujam, mencari dan mengenai sasaran serta merenggut nyawa musuh, akibatnya banyak pasukan  musuh yang tewas. Setelah memakan waktu beberapa hari pasukan musuh kemudian melarikan diri kocar – kacir dari medan peperangan. Pasukan negeri mengalami kemenangan yang gemilang berkat usaha dan jasa bujang Limpu. Karena jasa – jasanya kepada kerajaan oleh datuk pemimpin negeri bujang Limpu dikawinkan dengan puterinya. Pesta pernikahannya dilaksanakan selama   tujuh hari tujuh malam dan disambut oleh seluruh rakyat negeri dengan perasaan suka cita. Bujang Limpu dan puteri kemudian hidup berbahagia dan setelah datuk pemimpin negeri wafat, tahta negeri pun diserahkan kepada bujang Limpu sebagai penggantinya.

Back to top button