Alat Musik Tradisional

Dambus

Dambus adalah salah satu bentuk kesenian yang unik dari masyarakat pribumi Bangka (Bangkanese) orang Darat. Keunikan Dambus karena memiliki pengertian yang sangat kompleks. Dambus  dapat diartikan sebagai satu bentuk kesenian, dapat diartikan sebagai lagu dan tarian serta diartikan juga sebagai nama alat musik.

Keunikan Dambus semakin sempurna dilihat dari bentuk fisiknya yang mencerminkan simbol hewan atau binatang Rusa (cervus equimus) atau Kijang (muntiacus muntjak). Kontruksi bentuk fisik dambus terdiri atas bagian ekor, perut dan badan, leher, bagian kepala dan kuping hewan Rusa atau Kijang. Bentuk fisik alat musik sebagai simbol binatang atau hewan jarang dijumpai pada alat musik tradisional lainnya di Nusantara. Kebanyakan alat musik tradisional di Nusantara umumnya justru menggunakan organ yang ada pada hewan dan tumbuhan sebagai bahan utama dalam pembuatannya. Alat musik Dambus di samping berbentuk hewan atau binatang, pembuatannya juga menggunakan bahan-bahan alami dari lingkungannya seperti tumbuhan dan hewan.

Menilik bentuk fisik alat musik Dambus yang menggambarkan hewan atau binatang, menunjukkan bahwa kesenian Dambus telah berkembang dengan pesat pada masyarakat pribumi Bangka orang Darat, atau dapat ditafsirkan sebagai salah satu bentuk kesenian pra Islam di pulau Bangka. Dalam ajaran Islam sangat dilarang adanya pembuatan sesuatu yang mirip patung atau berhala sebagaimana bentuk alat musik Dambus.

Pembuatan alat musik Dambus dilakukan dengan mitos spiritual yang tinggi antara lain ditandai dengan jenis kayu yang digunakan harus dari jenis kayu  pilihan dan keras.  Bilah-bilah kayu untuk bagian Kuping Dambus konon diambil dari jenis kayu dan hutan yang berbeda serta dipisahkan oleh aik tumbak. Kayu pada bagian ekor Dambus terbuat dari kayu Cendana atau Bidara Cina. Sementara kulit yang digunakan sebagai penutup bagian perut Dambus biasanya terbuat dari kulit Monyet agar menghasilkan kualitas suara yang baik. Nilai-nilai dalam tradisi animisme dan dinamisme sebagai sistem religi masyarakat tampak jelas dan kental sekali pada tata cara pembuatan alat musik Dambus.

Bentuk alat musik Dambus dibuat dengan simbol hewan Rusa atau Kijang dilakukan bukan karena hewan ini tergolong hewan mistis akan tetapi dilakukan karena hewan ini sangat dicintai orang Bangka dan hewan ini berfungsi penting dalam kehidupan orang Darat pribumi Bangka. Rusa atau Kijang dalam kehidupan dan tradisi masyarakat petani peladang yang berume merupakan sumber pangan utama di samping hasil panen dari ladang.

Dambus dibuat dari kayu pilihan yang dianggap kuat dan tahan lama serta dapat menghasilkan bunyi/suara yang bagus dan nyaring. Kayu yang digunakan biasanya kayu Cempedak, kayu Kenanga hutan.

Peralatan yang digunakan untuk membuat gambus antara lain : parang, pahat, palu, pisau raut, gergaji dan sebagainya. Dambus mirip dengan gitar tetapi biasanya berbentuk setengah buah labu air, kemudian dibagian perut (bulat) dilubangi dengan pahat, sehingga tipis sesuai dengan yang diinginkan, sehingga menjadi sebuah ruang kosong sebagai ruang resonansi, Biasanya tipis dindingnya kira-kira  1-2 Cm. Kemudian lubang ditutupi dengan kulit binatang, yaitu kulit : kera,/lutung, kulit ular, kulit kambing, kulit rusa/kijang, kulit pelanduk /kancil.

Pada masa sekarang ada yang menggunakan triplek (papan tipis) sebagai pengganti  kulit binatang. Pada ujung penggulung senar/tali atau dawai dibuat bentuk kepala rusa atau kijang. Kepala rusa atau kijang dipakai sebab rusa atau kijang dapat dianggap sebagai  maskot masyarakat Kota Pangkalpinang (Bangka Belitung) dan pada masa itu hampir disetiap rumah memajang kepala rusa atau kijang berikut tanduknya lengkap sebagai sangkutan baju, songkok atau kopiah.

Alat musik Dambus menggunakan tiga nada, setiap nada terdiri dari dua buah tali senar yang biasa digunakan untuk memancing (senar pancing). Susunan nada Dambus adalah; tali 1 = F, tali 2 = C dan tali 3 = G. Tali 3 (G) adalah nada paling rendah. Sebagai alat melodis, Dambus hampir dapat dipakai dalam setiap jenis musik tradisional Bangka yang dimainkan dalam bentuk nada dan syair yang bernuansa penyambutan, penghormatan, peringatan, helatan, syukuran, khitanan, perayaan upacara, percintaan atau dalam bentuk nuansa keagamaan.

Tari dan musik Dambus saat ini tidak hanya dilakukan pada saat bulan purnama tiba sambil melepas lelah setelah bekerja seharian di ume atau ladang akan tetapi sudah berkembang dan dilakukan pada acara-acara yang sifatnya sakral, peseudo sakral maupun profan. Penari Dambus berdendang dalam bentuk pantun yang menggambarkan sukaria, kadang-kadang juga tentang kesedihan. Alat musik pengiring di samping Dambus adalah 2 buah gendang, 1 buah gong dan 1 buah tamborin. Setelah masuknya agama Islam, Tari Dambus ditarikan berpasangan dengan kostum teluk belanga, baju kurung panjang, kebaya panjang, kain songket dan selendang sehingga jelas sekali marwahnya, sedangkan jenis pantun yang digunakan dalam dendang sudah bercirikan keislaman tidak lagi berisi tentang hal-hal yang berbau animisme dan dinamisme.

Di dalam kesenian Dambus juga selalu dimasukkan syair-syair berupa bait pantun. Gladys Andrews Fleming mengatakan dalam bukunya yang berjudul Creative Rhitmic Movement, ”bahwa lagu tari adalah kelengkapan gerakan, merangsang dan memberikan berbagai irama. Dalam hal ini irama, lagu dan gerak bersama-sama memikat satu sama lain”. Tari-tarian di pulau Bangka selalu diikuti oleh lagu dari bait-bait syair-syair pantun untuk menghidupkan tarian. Kadangkala penari terangsang oleh nyanyian dan lagu dari si penyanyi secara perorangan maupun bersama-sama. (sumber: buku permainan & alat musik tradisional kota pangkalpinang)

 

Back to top button