Kisah MasyarakatProduk

KAMPUNG TUA TUNU (TOUTUNA)

Dalam Kaart Van Het Eiland Banka 1819, Toutuna (Tuatunu) adalah salah satu Kampung yang terletak di jalan darat menghubungkan wilayah Barat dan tengah pulau Bangka, menghubungkan antara Muntok – Rangam – Beloe – Parit Mestan – Katapie – Ampang -Jatoan – Bacon (Bakung) – Padja Radja – Jerorem (Sirem) – Mendara/Menareh – Toutuna (Tuatunu) -dan Pangkalpinang.

Selanjutnya berdasarkan Kaart Van Het Eiland Banka (Cartographic Material) Volgens De Topographische Opneming In De Jaaren 1852 Tot 1855, karya Letnan Dua L. Ullman seorang ahli topografi Belanda yang ditugaskan untuk pengukuran Topografi di pulau Bangka setelah melaksanakan tugas yang sama dikeresidenan palembang (pekerjaannya sempat tertunda beberapa tahun karena di pulau Bangka terjadi perang Bangka yang dipimpin oleh Depati Amir) dan Kaart van het eiland Banka baru bisa diterbitkan di Batavia pada tahun 1856 masehi serta mencatat beberapa lama Kampung di distrik pangkal pinang antara lain pangkal pinang, selindang mesoe, gabek, semabong, ayer hitam, mesoe, selienta, pankal, lempoejang, balielik, tjiloeak, betoor,dal, trak, dinding papan, troe, katjee, petaling, paja benoea, pankal mundo, kemoedja dan zid. Peta ini menjadi sangat menarik karena tidak mencantumkan nama Kampung Tuatunu atau Toutuna sebagaimana pada peta Kaart van het eiland Banka tahun 1819 masehi.

Kondisi ini terjadi karena selesai perang bangka yang di pimpin oleh Depati Amir (Tahun 1848-1851 masehi) Kampung Tuatunu (Toutuna) sudah dibumihanguskan oleh Belanda sesuai dengan toponim Tuatunu yang artinya rumah dan Kampung tua yang dibakar (ditunu). Kemungkinan selanjutnya Kampung Tuatunu (Toutuna) tidak dipetakan karena dipindahkan pemerintah hindia belanda sesuai dengan kebijkan pembangunan jalan-jalan baru oleh pemerintah hindia belanda yang diikuti dengan kebijakan memindahkan pemukiman penduduk yang awalnya terkonsentrasi pada daerah-daerah pedalaman hutan ke kiri dan kanan jalan-jalan baru yang dibangun Belanda.

Menurut tutur (sumber lisan) masyarakat, Kampung Tuatunu berawal dari Kampung Lisum. Pada kawasan ini masih terdapat artefak berupa puing-puing bangunan rumah dan sisa bangunan mesjid lama, juga terdapat kuburan tua yang disebut masyarakat setempat dengan “kuburan orang Lum”. Kuburan ini diyakini sebagai nenek moyang orang Tuatunu. Alasan pemindahan Kampung dan rumah penduduk Tuatunu ini diperkuat dengan adanya tradisi gotong royong yang unik pada masyarakat Tuatunu yaitu gotong royong memindahkan rumah secara utuh dengan cara dipikul beramai-ramai.

Pengelompokan penduduk dalam satuan kelompok rumah yang berbentuk Kampung yang terkonsentrasi di pinggir jalan merupakan suatu cara efektif bagi pemerintah kolonial Belanda agar dapat mengontrol dan mengawasi jalur gerak dan distribusi logistik perlawanan rakyat. Pengelompokan rumah-rumah yang kemudian berbentuk dusun atau Kampung tersebut dilakukan dengan cara yang sederhana namun efektif.

Penduduk yang dulunya tersebar dalam kelompok pemukiman ume atau ladang yang berpindah-pindah pada masa itu dipaksa untuk menempati rumah-rumah yang ditempatkan pada sisi kiri dan kanan jalan yang baru dibangun di pulau Bangka.

Pembentukan Kampung-Kampung bentukan kolonial Belanda terus berkembang dan pada tahun 1896 masehi tercatat sekitar 2.000 rumah terbangun dan terkonsentrasi di kiri dan kanan jalan pada perkampungan-perkampungan yang tersebar di pulau Bangka.

Kampung Tuatunu adalah contoh perkampungan dan jalan bentukan Belanda yang masih tersisa hingga saat ini dari sekian banyak prototipe Kampung-Kampung dan jalan-jalan yang ada di pulau Bangka.

Ciri dan nuansa Kampung bentukan kolonial masih begitu jelas dan kental terasa pada Kampung Tuatunu sekarang. Pemukiman penduduk di Kampung masih ditempatkan dengan cara berderet dan berbaris mengikuti ruas jalan. Pada Kampung Tuatunu juga masih terdapat sumber mata air yang berfungsi untuk mandi maupun mencuci, ladang rumbia juga masih tersisa dibeberapa tempat dan di pertengahan Kampung dibangun surau atau mesjid serta dibagian ujung Kampung dijadikan sebagai lokasi perkuburan.

Karena bentuk Kampung Tuatunu terkonsentrasi di kiri dan kanan jalan, maka Kampung Tuatunu sekitar awal abad ke XX masehi kemudian berkembang dan terbagi atas penamaan Kampung Dalam, Kampung Tengah dan Kampung Ujung.

Sebagian penduduk Kampung Dalam dan Kampung Tengah Tuatunu kemudian pindah ke wilayah Pangkalpinang dan mendirikan Kampung dengan nama atau toponim yang sama dengan Kampung asalnya di Tuatunu yaitu Kampung Tengah dan Kampung Dalam. Bahkan mereka kemudian pada tanggal 3 Syawal 1355 Hijriah atau bertepatan dengan tanggal 18 desember 1936 masehi mendirikan satu masjid di Kampung Dalam yang kemudian diberi nama masjid jamik.

Pada masa revolusi fisik, setelah pertempuran di Bukit Mat Andil pukul 12.00 WIB di km 12, tanggal 12 februari 1946 dan gugur 12 orang pejuang bangsa, tentara sekutu yang diboncengi tentara Belanda atau NICA (Netherland Indies Civil Administration) langsung masuk ke Pangkalpinang dengan tujuan untuk melucuti sisa-sisa tentara Jepang, dan membebaskan serta mengurus tawanan perang atau interniran.

Tentara Belanda (NICA) bersama dengan tentara sekutu atau AFNEI (Allied Forces Netherland East Indies) juda mencari tempat-tempat persembunyian TRI (Tentara Republik Indonesia) di Pangkalpinang dan sekitarnya. Pada saat itu TRI Pangkalpinang bermarkas di daerah Titik Rengas Kampung Cengkong Abang, di Kampung Air Duren dan di Hutan Larang, Air Kepala Tujuh, Tuatunu (antara bukit, bulur air, air kepala tujuh).

Dalam konteks persembunyian TRI inilah, di Tuatunu ditemukan perigi pekasem yang terletak di gang Air Dalam Tuatunu sebagai lokasi kuburan hidup (dipekasem) bagi para penghianat Republik.

Pada kawasan Hutan Larang Tuatunu terdapat tujuh buluh air yang bertemu di satu kawasan yang disebut kawasan Air Kepala Tujuh. Aliran air sungai ini terus mengalir ke sungai Nyelanding yang pada masa Residen J.E. Edie (memerintah pada tahun 1925-1928 masehi) pernah dijadikan sebagai salah satu alternatif bagi sumber air baku air minum masyarakat Pangkalpinang di samping sumber air di gunung Mangkoel dan gunung Doel.

Karena sungai Nyelanding tingkat kekeruhan airnya tinggi sehingga tidak dapat digunakan sebagai sumber air baku air minum bagi masyarakat Pangkalpinang, maka atas nasehat Bas van Hout seorang ahli di bidang air, dipilihlah sumber air minum masyarakat kota Pangkalpinang diberi nama dengan toponim Kelurahan Air Kepala Tujuh.

Sebelum menjadi Kelurahan Tuatunu Indah seperti sekarang ini, Tuatunu adalah sebuah Desa yang termasuk dalam wilayah administratif Kabupaten Bangka, Desa Tuatunu bergabung dalam wilayah kota Pangkalpinang berdasarkan peraturan pemerintah Nomor 12 Tahun 1984. Berdasarkan Peraturan Pemerintah ini, wilayah Kotamadya Dati ll Pangkalpinang yang pada awalnya seluas 31,70 km persegi diperluaskan menjadi 89,4 km persegi yaitu dengan penambahan 1 Desa pada Kecamatan Tamansari yaitu Desa Tuatunu dan penambahan 2 Desa pada Kecamatan Bukit Intan yaitu Desa Bacang dan Desa Air Itam.

Wilayah pemerintahan Kotamadya Pangkalpinang juga ditata ulang dari 2 Kecamatanyaitu KecamatanPangkalpinang l dan Kecamatan Pangkalpinang ll menjadi 4 kecamatan, 55 Kelurahan dan 3 Desa yakni Kecamatan Pangkalbalam dengan 13 Kelurahan, Kecamatan Tamansari dengan 21 Kelurahan ditambah 1 Desa dari perluasan wilayah, yakni Desa Tuatunu, KecamatanRangkui dengan 13 Kelurahan dan KecamatanBukit Intan dengan 8 Kelurahan dan 2 Desa dari perluasan wilayah, yakni Desa Bacang dan Air Itam.

Dalam perkembangan selanjutnya berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2000 tentang pembentukan, penghapusan dan penggabungan Kelurahan yang berdasarkan peraturan pemerintah Nomor 12 Tahun 1984 terdiri atas 4 Kecamatan 55 Kelurahan dan 3 Desa, digabung menjadi 35 Kelurahan dan Desa Tuatunu, Desa Bacang dan Desa Air Itam berubah status menjadi Kelurahan.

Desa Tuatunu yang berubah statusnya menjadi Kelurahan kemudian diberi nama (toponim) Tuatunu Indah. Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Pangkalpinang Nomor 19 Tahun 2000, tentang pemekaran Kecamatan, maka Kecamatan yang semula 4 Kecamatan dimekarkan menjadi 5 Kecamatan dengan penambahan 1 Kecamatan yaitu Kecamatan Gerunggang hasil pemekaran dari Kecamatan Tamansari. Kelurahan Tuatunu Indah Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Pangkalpinang Nomor 19 Tahun 2000 kemudian berada pada Kecamatan Gerunggang.

(@SN)

SUMBER: Kampoeng di Bangka, jilid 1, Drs. Akhmad Elvian

 

Related Articles

Back to top button