Cerita Rakyat/PantunKisah Masyarakat

MIMPI MEMBAWA MAUT

Pada masa lalu di bagian Utara Pulau Bangka hiduplah seorang saudagar kaya bernama Dul Kacip dengan isterinya bernama Dayang Jarum. Dul Kacip dengan Dayang Jarum telah lama berumah tangga, tapi mereka belum dikaruniai seorang anak pun. Dul Kacip terkenal di kampung karena ia seorang yang kikir, sedangkan isterinya Dayang Jarum suka memamerkan harta kekayaan.

Pada suatu hari mereka mendengar ada seorang dukun sakti yang pandai mengobati penyakit, termasuk mengobati perempuan yang belum mendapatkan anak keturunan.

Dukun sakti tersebut dipanggil orang kampung dengan nama Datuk Hebem. Dukun sakti Datuk Hebem tinggalnya sangat jauh dan sangat tinggi karena terletak di bukit Maras. Karena sudah lama ingin memperoleh keturunan, bagi Dul Kacip dan isterinya Dayang Jarum, jarak yang jauh bukanlah menjadi persoalan. Yang terpenting bagi mereka adalah ada orang yang bisa menyembuhkan penyakit dan bisa mengobati untuk mendapatkan keturunan.

Suatu hari berangkatlah Dul Kacip dan isterinya dengan mengendarai gerobak sapi sewaan milik orang sekampungnya, ke arah bukit Maras untuk menemui dukun sakti. Untuk bekal dalam perjalanan tak lupa mereka membawa banyak makanan sehingga isi gerobak sapi itu penuh dengan makanan. Dalam pikiran mereka, dengan persediaan makanan yang banyak tidak perlu mengeluarkan uang.

Tidak beberapa lama sepasang suami isteri itu sampai di kampung Celagen di kaki bukit Maras. Ini berarti, tidak lama lagi mereka akan sampai di rumah Datuk Hebem sang dukun sakti di bukit Maras. Datuk Hebem tinggal seorang diri dalam sebuah pondok ditemani beberapa ekor kucing kesayangannya.

Sesampainya di pondok dukun sakti, Dul Kacip tanpa basa-basi langsung menyampaikan maksud kedatangannya. Dengan berbaju hitam, bergelang akar bahar hitam, berkumis dan janggut memutih, Datuk Hebem kumat-kamit membaca jampik ke dalam segelas air putih dan tiga buah jeruk langir yang dibelah empat pada bagian tampuknya.

Setelah diberi mantra, air putih dan tiga buah jeruk langir tersebut diberikan kepada Dul Kacip dengan pesan bagaimana cara memakainya, yaitu, “Mandilah dengan jeruk langir ini tiap malam Jumat sebelum isterimu tidur. Kemudian tunggu sampai isterimu mendapat mimpi. Sekarang pulanglah dan jangan sekali-kali kamu dan isterimu menoleh ke belakang”. kata Datuk Hebem. Kemudian dengan bergegas pulanglah Dul Kacip serta isterinya.

Telah satu bulan lamanya sejak mereka pulang dari rumah dukun sakti Datuk Hebem, maka pada suatu malam Dayang Jarum isteri Dul Kacip bermimpi didatangi seorang kakek-kakek berjanggut putih berbaju hitam yang mirip Datuk Hebem. Dalam mimpinya orang berjanggut putih berpesan kalau dirinya ingin mendapat seorang anak keturunan, maka carilah seekor burung yang pandai berbicara, burung itu harus ditangkap dan disembelih, kemudian daging burung itu dipanggang dengan kunyit, dan disimpan untuk dimakan selama tiga hari. Demikianlah pesan mimpi itu kepada Dayang Jarum. Pesan mimpi itu kemudian disampaikan kepada suaminya, Dul Kacip.

“Mane ade burung yang pacak ngumong di kampung ni?” (Mana ada burung yang pandai berbicara di kampung ini?), pikir Dul Kacip setengah berputus asa.

“Carilah burung itu, kalau perlu adakan sayembara” pinta isterinya. Beberapa bulan kemudian Dul Kacip tak ingat lagi pesan mimpi itu. Isterinya, Dayang Jarum juga hampir putus asa. Setiap hari kerjanya hanya melamun. Disaat melamun tiba-tiba terdengar olehnya suara orang berbicara dari atas sebuah pohon,”Ada orang melamun! Ada orang melamun!”

Suara itu terasa jauh tapi dekat rasanya seperti di telinga Dayang Jarum. Tak mungkin ada orang di atas pohon pikir Dayang Jarum. Suara menyebut-nyebut “Ada orang melamun. Ada orang melamun!” sesekali masih terdengar.

Dayang Jarum berpikir itu pastilah suara orang yang sedang mengejeknya. Ketika Dayang Jarum sedang melihat dan mencari-cari di atas pohon terbanglah seekor burung Beo dan hinggap dekatnya. “Burung Beo rupanya”, kata Dayang Jarum sambil tangannya menangkap burung tersebut.

“Ada orang melamun! Ada orang melamun!” suara burung itu tidak berhenti, walaupun sudah dalam pegangan tangan Dayang Jarum.

“Ku tangkap kau, burung sialan”, kata Dayang Jarum.

Inilah rupanya burung yang dimaksud dalam mimpinya beberapa pekan yang lalu. Dengan bergegas diberitahukannya kepada suaminya untuk menyembelih dan membersihkan burung tersebut. Sementara ia sendiri bergegas ke dapur untuk membuat bumbu kunyit, garam dan asam.

Setelah Dul Kacip selesai menyembelih dan membersihkan, burung Beo itu diserahkan kepada isterinya untuk diberi bumbu kemudian dipanggang. Dengan tidak sabar setelah masak, burung Beo panggang itu langsung dimakan dan kemudian di sisakannya untuk dimakan selama tiga hari sesuai dengan perintah mimpi.

Tersebutlah kampung yang jadi tempat tinggal Dul Kacip beserta isterinya berada dalam sebuah negeri bernama Pagar Besi yang dipimpin oleh Datuk Janggut Kawat.

Akhir-akhir ini Datuk Janggut Kawat kelihatan agak murung karena burung Beo kesayangannya telah hilang. Kemudian Datuk Janggut Kawat mengeluarkan pengumuman ke seluruh negeri sampai ke pelosok kampung yang ada penghuninya, bahwa barang siapa yang dapat menemukan dan mengembalikan burung Beo kesayangannya akan diberi hadiah bila seorang laki-laki akan dijadikan salah satu menteri dan bila perempuan, akan dijadikan sebagai permaisuri.

Betapa gembiranya Dul Kacip dan isterinya, Dayang Jarum, membaca dan mendengar pengumuman Datuk Janggut Kawat Dayang Jarum berpikir dan membayangkan dirinya akan menjadi permaisuri Datuk Janggut Kawat, sementara itu Dul Kacip juga berpikir dan membayangkan dirinya akan menjadi salah seorang menteri. Dalam pikiran, mereka berdua akan banyak mendapatkan harta kekayaan dengan kedudukan tersebut.

Keesokan harinya Dul Kacip beserta isterinya Dayang Jarum pergi melaporkan kepada Datuk Janggut Kawat, bahwa merekalah yang menemukan burung Beo yang dapat berbicara itu. Saking bahagianya akan menerima hadiah dari Datuk Janggut Kawat, mereka lupa bahwa burung Beo itu telah mereka sembelih dan sebagian dagingnya telah mereka makan dan sebagian lagi masih disimpan untuk dimakan Dayang Jarum selama tiga malam.

Datuk Janggut Kawat amat gembira ketika mendengar laporan sepasang suami isteri yang telah menemukan burung Beo kesayangannya. Kemudian Datuk Janggut Kawat berkata, “Dimana burung Beo milik saya yang kalian temukan itu?”

“Hamba simpan dalam lemari makan di rumah hamba tuanku” jawab Dayang Jarum. Sementara Dul Kacip suaminya senyum simpul karena senang.. “Mengapa disimpan dalam lemari makan?” tanya Datuk

Janggut Kawat dengan agak heran. “Sudah kami sembelih dan dagingnya sudah dibumbui dengan kunyit tuanku” jawab Dayang Jarum. “Jadi burung Beo kesayanganku itu sudah kalian sembelih!” tanya Datuk Janggut Kawat dengan wajah merah padam, tanda ia sangat marah. Melihat mata Datuk Janggut Kawat terbelalak menatapnya, Dayang Jarum, isteri Dul Kacip mulai ketakutan Sementara Dul Kacip sendiri sudah gemetaran. Datuk Janggut Kawat seperti mau menerkam sepasang suami isteri itu. “Benar! Benar, Tuanku, suami hamba yang menyembelih nya dan saya lah yang memberinya bumbu kunyit kemudian baru kami panggang”, kata Dayang Jarum dengan tergagap gagap karena ketakutan melihat Datuk Janggut Kawat naik pitam, karena kecewa dan sedih mengetahui burung Beo kesayangannya telah disembelih.

“Pengawal!” teriak Datuk Janggut Kawat lantang sambil berdiri. Mukanya merah padam seperti bara terbakar. “Gantung mereka Segera!”, perintah Datuk Janggut Kawat kepada pengawal.
Akhirnya Dul Kacip beserta isterinya Dayang Jarum dihukum gantung. Harta, pangkat serta mimpi untuk memperoleh keturunan, hilang di tiang gantungan. Bukan kebahagiaan yang didapat, tetapi kematian yang amat tragis karena kebodohan dan keserakahan. Mimpi yang membawa maut.

Cerita ini diketik ulang dari buku “Kumpulan Cerita Rakyat” dengan judul “Kera & Lutung Berebut Kelekak”
Penyusun: Drs. Akhmad Elvian & Suhada, S.Pd
Editor : Willy Siswanto
Dituturkan oleh Suhaimi Sulaiman
Diterbitkan Oleh Dinas Pariwisata Kota Pangkalpinang

Related Articles

Back to top button