WATERTOREN DI KAMPUNG BUKIT
Pada masa atau priode kolonial-gemeentel, perkembangan keberadaan pemukiman masyarakat distrik Pangkalpinang, terkonsentrasi di kiri dan kanan jalan karena proses pembentukan kampung-kampung oleh kolonial Belanda setelah perang rakyat Bangka dipimpin oleh Depati Amir (tahun 1848-1851 Masehi).
Jika catatan sejarah pada tahun 1850 Masehi menunjukkan sedikit jarang terdapatnya kampung di pulau Bangka, maka pada tahun 1851 Masehi tercatat pembentukan kampung baru hingga mencapai 232 kampung, termasuk kampung-kampung baru yang dibangun di jalan-jalan setapak di Distrik Pangkalpinang dan jalan baru yang menghubungkan Pangkalpinang ke Batu Rusa sepanjang 43 paal (1 paal = 1.851,85 meter) berdasarkan keputusan Pemerintah Hindia Belanda nomor 10 tanggal 30 juli tahun 1850 Masehi.
Kehadiran penguasa kolonial Belanda di Distrik Pangkalpinang dengan menjadikan Pangkalpinang sebagai ibukota Keresidenan Bangka pada tanggal 3 September 1913, menyisakan bangunan-bangunan yang mencerminkan kekuasaan ke “ civic centre”. Bangunan-bangunan tersebut antara lain kediaman Residen (Residentshuis te Pangkalpinang op Bangka sekarang rumah dinas walikota), Wilhelmina park (sekarang Tamansari), rumah-rumah tinggal karyawan Banka Tin Winning Bedryf (BTW) seperti House Hill (sekarang Museum Timah), bangunan-bangunan kantor seperti kantor Residen (resident cantoor sekarang bekas kantor gubernur yang tidak terpakai lagi), kantor Banka Tin Winning Bedryf, Landraad, Post Telegraaf En Telefoondienst ( PTT sekarang kantor pos).
Kepemerintahan Belanda kemudian juga membangun fasilitas jalan seperti Resident straat (sekarang Jalan Merdeka), Jalan Trem yang menghubungkan kampung Trak ke Kampung Puput di Pangkalbalam berupa lintasan rel lokomotif uap, dibangun juga tempat peribadatan Kerkeraad Der Protestansche Gemeente to Pangkalpinang (sekarang GPIB Matanatha), Cathedra (Katedral) Santo Yosef.
Sarana pendidikan juga didirikan oleh pemerintah Belanda seperti HCD (Hollandsch-Chineesche School sekarang SMP Negeri 1 Pangkalpinang), ELS (European-Lagere School sekarang SMK Negeri 1 Pangkalpinang).
Pemerintah Belanda juga membangun penjara di Pangkalpinang untuk melengkapi penjara yang sudah ada di kota Mentok. Sarana kepentingan umum juga dibangun seperti kuburan (kerkhof), sarana air minum (waterleiding) termasuk bangunan menara air minum (Watertoren di Bukit Baru), rumah sakit (Hoofdgebouw van Het ziekenhius van de Bangkatinwinning te Pangkalpinang), serta Socetieit (sekarang Panti Wangka).
Sarana kepentingan umum yang dibangun Pemerintah Hindia Belanda awalnya hanya diperuntukkan bagi warga Belanda dan parang Eropa lainnya, akan tetapi kemudian difungsikan juga untuk kepentingan masyarakat luas.
Menara Air Minum (Watertoren) adalah bagian dari fasilitas instalasi air minum yang dibangun Pemerintah Hindia Belanda. Perencanaan pembangunannya sudah dilaksanakan sejak residen pertama di Pangkalpinang A.J.N Engelonberg (pemerintah pada tahun 1913-1918 Masehi) dan kemudian baru direalisasikan pembangunannya pada masa pemerintahan Residen J.E.Edie (memerintah pada tahun 1925-1928).
Residen J.E.Edie mulai memerintahkan untuk melakukan penelitian mencari sumber baku air bersih untuk masyarakat Pangkalpinang pada tahun 1927 Masehi. Pada tahap awal pencarian untuk sumber air baku air minum didapat tiga lokasi alternatif yaitu di Gedung Doel, di Sungai Nyelanding dan di Gunung Mangkoel.
Sumber air baku di Gunung Doel ternyata debit atau volume air sangat sedikit untuk melayani penduduk Pangkalpinang pada waktu itu, sedangkan Sungai Nyelanding tingkat kekeruhan airnya sangat tinggi atau kurang jernih dan tidak cocok untuk dijadikan sumber air minum, sehingga dipilihlah alternatif ketiga yaitu smubet air yang berada di Gunung Mangkoel atas saran seorang ahli bernama Bss van Hout.
Pembangunan fasilitas air minum untuk kita Pangkalpinang kemudian dilanjutkan pada masa Residen Hooyer, DG yang menjadi Residen Bangka pada tahun 1928-1831 Masehi. Pembangunan fasilitas air minum Pangkalpinang dilaksanakan oleh aannemer (kontraktor) Toko Lindeteves Stokvis Betawi dengan kontrak sekitar tiga ratus ribu rupiah. Sebagaian besar dana pembangunan diperoleh dari kas geements kampung yang dipinjamkan dengan bunga sebesar 60% setahun.
Fasilitas air minum Pangkalpinang kemudian dikelola oleh Plaatselijk Fonds yaitu satu badan yang mengelola dan mengurus Eigendom (milik) Pemrintah Hindia Belanda, dan badan ini mengurus dana/keuangan yang diperoleh dari pajak opstalperceelen, reklame, minuman keras, retribusi pasar, dan penerangan jalan, semuanya berdasarkan verordening/peraturan yang berlaku.
Menara Air Minum (watertoren) yang terletak di Bukit Baru (bagian dari kampung Bukit) yang didirikan tahun 1932 Masehi adalah salah satu bagian dari instalasi air minum yang mampu mensuplai air kepada 11.970 pelanggan di Kota Pangkalpinang pada masa itu. Dari menara air (watertoren) yang berada dikawasan Bukit Baru kalau kita melihat ke arah selatan akan tampak dikejauhan Gunung Mangkoel dengan posisi ketinggian yang hampir sama dengan menara air. Saat ini menara air buatan Belanda tersebut sudah tidak dimanfaatkan lagi dan untuk penggantinya sudah dibangun menara air yang baru. Instalasi air minum di Gunung Mangkoel juga kondisinya sangat memprihatinkan. Jalan yang dibangun Belanda menuju lokasi penggelolaan air di Gunung Mangkoel juga tidak terawat.
Secara fisik bangunan menara air minum menyerupai dua tangki raksasa yang dipotong oleh intalasi bangunan yang didalamnya terdapat pipa-pipa besar yang berfungsi menyalurkan air ke seluruh masyarakat Pangkalpinang. Air dari Gunung Mangkoel setelah diolah disalurkan melalui pipa dengan teknologi yang sederhana bejana berhubungan ke menara air minum di Bukit Baru atau dulunya bernama kampung Bukit.
Menara air atau watertoren ini batasi oleh tembok pembatas berupa pathok/tugu (batas) sebanyak enam pathok, dan masing-masing pathok setinggi satu meter terbuat dari batu granti dan adukan pasir kuarsa. Pathok ini dibuat sebagai pembatas antara tanah milik pengelola menara air dengan kompleks perumahan Bukit Baru yang merupakan perumahan elit pada waktu itu. Astronomis menara air minum terletak pada 02°06’49” LS- 106°06’26” BT (48 M 062342 mU-9766332 mT) dan menara air minum berbatasan dengan Kompleks Perumahan Timah Bukit Baru di sebelah Barat,Utara dan Timur sedangkan di sebelah Selatan berbatasan dengan Jalan Anggrek.
Di samping membangun fasilitas public seperti fasilitas air minum diatas pemerintah Hindia Belanda juga membenahi sektor pemerintahan. Pada masa Residen A.J.N Engelenberg, mulailah dilakukan pembentukan Gemeente-gemeente di pulau Bangka termasuk di Pangkalpinang.
Pada tahun 1916 Masehi, Residen A.J.N Engelenberg membentuk sebuah komisi berdasarkan keputusan nomor 200 tanggal 17 Juni 1917 yang beranggota 6 (enam) orang Demang yaitu, Raden Achmad, Demang Terbeschiķking (demang pembantu residen), Raden Moehammad Umar Demang Mentok, Abdul Hamid Demang Koba, Mangaraja Enda Demang Merawang, Abang Moehammad Demang Pangkalpinang dan Abang Abdul Rasjid Demang Jebus. Komisi ini bertugas untuk mendirikan Gemeente di tiap-tiap kampung dengan tujuan agar masing-masing kampung di pulau Bangka yang merupakan sebuah kesatuan masyarakat hukum (volkgemeenschappen) memiliki hak adat istiadat dan asal usul yang tidak bertentangan dengan undang-undang (ordonasi) Pemerintah Hindia Belanda.
Berdasarkan Inlandshe Gemeente Ordonantie dan Inlandshe Gemeente ordonantie voor Buitengewesten, keberadaan Gemeente kemudian diakui sah oleh Pemerintah Hindia Belanda. Pada waktu itu terdapat sekitar 163 Gemeente di pulau Bangka termasuk di Pangkalpinang yaitu Gemeente Gabek dan Gemeente Pangkalpinang. Pengaturan ini bertahan cukup lama dan baru diganti dengan terbitnya Undang-undang nomor 19 tahun 1965 Masehi tentang Desa Praja.
Berdasarkan Undang-undang ini, desa ditempatkan sebagai Daerah Tingkat II dengan sebutan Desa Praja. Terdapat kesamaan antara pengaturan inlandshe Gemeente Ordonantie dan Inlandshe Gemeente Ordonantie voor Buitengewesten dengan Undang Undang Nomor 19 Tahun 1965 dalam hal menentukan desa sebagai sebuah kesatuan masyarakat hukum (volkgemeenschappen) yang memiliki hak adat istiadat dan asal usul. Dengan demikian berdasarkan peraturan perundangan-undangan ini, nama, jenis, dan bentuk serta karakteristik desa sifatnya tidak seragam, namun undang-undang ini tidak pernah terimplementasi pada masa Orde Baru.
(@RP)
Sumber : Kampoeng di Bangka, Jilid I, Drs.Akhmad Elvian