Pemakaman Belanda (Kerkhof)
Kompleks pemakaman Belanda (Kerkhof), terletak di jalan Hormen Maddati Kelurahan Melintang Kecamatan Rangkui. Disini terdapat 100 makam dengan nisan bertuliskan bahasa Indonesia, Jepang dan Belanda. Yang tertua dari tahun 1902 dan yang termuda sekitar tahun 1950-an. Kompleks pemakaman ini memiliki keunikan karena kompleks pemakaman umum orang Belanda, salah satu makam tertua adalah makam nyonya Irene Mathilda Ehrecron yang wafat tanggal 10 Maret 1928. Disini juga terdapat makam tentara Belanda korban Perang Dunia Kedua. Selain itu yang menarik pada pemakaman Kerkhof adalah sepuluh makam orang Jepang. Dari sepuluh makam tersebut delapan masih bisa dibaca dengan jelas, satu makam sebagian tulisannya berbahasa jepang dan sebagian lainnya berbahasa Cina sehingga belum dapat dibaca dan ada satu makam tidak terbaca lagi tulisannya. Seluruh makam orang Jepang yang dimakamkan di Kerkhof menghadap ke arah Barat Daya dan Timur Laut dan mayoritas dari mereka adalah perempuan serta umumnya berasal dari daerah selatan jepang yang tergolong miskin. Kenapa sampai ada orang Jepang yang dimakamkan di Kerkhof merupakan pertanyaan menarik. Dalam catatan sejarah, banyak perempuan Jepang yang disebut karayukisan atau pekerja seks komersial masuk ke Hindia Belanda melalui Singapura dan menyebar ke Medan, Palembang, Batavia, Surabaya bahkan sampai kepulau Bangka. Kehadiran pelacur impor seperti karayukisan memang menjadi favorit para lelaki hidung belang yang dimasa itu disebut pria hidung putih. Di Hindia Belanda termasuk di Bangka pada tahun 1898 M, bangsa Jepang disetujui sama status hukumnya dengan orang kulit putih hal ini memberi pengaruh pada status gengsi dan mobilitas vertikal naik, dari orang Jepang yang semula sebagai warga kelas dua (bersama dengan warga keturunan Arab dan Cina serta orang Timur Asing) menjadi warga kelas satu bersama warga Eropa atau bangsa asing kulit putih dan tidak mengherankan ketika mereka meninggal dunia kuburan mereka pun disamakan dengan warga Eropa di Kerkhof.